menata hati-6

  • 0
Bagaimanalah ini. Biarkan aku mulai dari awal mula hubungan kita. Kita sama-sama lupa untuk saling bersepakat. Akan diapakan hubungan ini. Akhirnya, kita seperti air yang mengalir. Terbawa arus yang ada di hadapan. Masalahnya tidak semua arus yang ada di hadapan kita bermuara pada kebaikan. Harusnya kita bisa menentukan sendiri, akan dibawa kemana aliran ini.  Kalau begitu, kita telusuri saja dari hal yang cukup mendasar; Apa yang perlu dihasilkan dari sebuah hubungan? Siapapun akan menjalin hubugan dengan orang lain jika hubungan itu menguntungkan. Termasuk hubungan yang terjalin diantara kita. Dan itulah salah satu alasan kenapa aku ada, kamu ada dan manusia ada. Untuk saling melengkapi satu diantara lainnya. Untuk saling memberi dan mengambil manfaat dari keberadaan satu dan yang lainnya.
Itulah masalahnya. Itulah yang aku ingin jujur kepadamu, dan itulah yang mungkin akan sangat menyakitimu: Ternyata aku tidak benar-benar mencintai kamu. Aku hanya mencintai sebagian diriku sendiri yang hidup dalam diri kamu. Aku menyukai kebaikan-kebaikan kamu dan segala hal tentang kamu yang sesuai dengan aku, yang membuatku senang, atau yang aku inginkan dan ada dalam diri kamu.
Tapi bagaimana dengan kekuranganmu, dengan keburukanmu, dengan semua hal yang aku tidak sukai dari kamu? Haruskah aku memaksakan diriku untuk menyukainya? Dan apakah masih disebut cinta jika ada paksaan di dalamnya? Selama ini, sepertinya kita sama-sama saling menyembunyikan kekurangan kita, keburukan kita. Berusaha nampak sesempurna mungkin. Dan apakah masih bisa disebut cinta, jika tidak berani jujur apa adanya, jika masih sama-sama ketakutan dengan menyembunyikan kondisi yang sebenarnya?
***
Barangkali kita harus mengingat pelajaran tentang Ketuhanan. Bahwa Dialah yang memang pantas dicintai dengan sebenar-benarnya cinta. Karena Dia yang Maha Sempurna tanpa kekurangan secuilpun. Terlebih lagi, Dia yang menciptakan segenap perasaan itu. Perasaan yang biasa kita sebut sebagai cinta. Walaupun seringkali, kita menyalahgunakannya. Sedangkan aku, kamu dan yang lainnya hanyalah manusia yang memang punya kecenderungan untuk lebih mencintai diri sendiri daripada mencintaiNya, apalagi daripada mencintai orang lain.
Mungkin, kita harus membuat kesepakatan ulang, tentang definisi baru dari jenis hubungan yang kita punya. Tentunya dengan melibatkan Dia, yang sudah memberikan perasaan ini. Bisa jadi, namanya bukan cinta lagi. Karena cinta ternyata belum relevan untuk menaungi hubungan diantara kita. Barangkali benci. Eh, itu malah semakin tidak relevan. Aku tidak membenci kamu. Aku hanya belum tahu bisa menerima atau tidak segala kekurangan kamu. Dan aku juga tak yakin kamu mau menerima segala kekuranganku. Bagaimana kita bisa saling menerima jika kita saling menyembunyikan. Dan tentu saja aku tak mau ada salah satu diantara kita yang mati kaget karena baru tahu di kemudian hari.
Apapun nama hubungannya, bagaimanapun definisinya; aku harus harus belajar menata hati untuk bisa mencintai diriku sendiri dengan benar, baru aku bisa mencintaimu bahkan mencintai yang lainnya dengan benar juga. Dan katanya, hanya mereka yang mencintai Penciptanya dengan benar, yang akan bisa mencintai dirinya sendiri secara benar. Aku harap, kamupun demikian. Atau, kalau tak mau repot-repot; kita sudahi saja hubungan diantara kita. Maaf, atas kejujuran yang [mungkin] menyakitkan.
[Nazrul Anwar]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar